Alasan Umum Karyawan 'Resign'

Daftar Kebohongan Populer Manajemen:
"Karyawan adalah aset yang paling berharga."
"Kami memiliki kebijakan yang terbuka."
"Anda bisa mendapatkan lebih banyak uang dengan rencana baru ini."
"Kami menata ulang organisasi untuk lebih melayani pelanggan."
"Masa depan kita akan cerah."
"Kami akan menghargai para karyawan yang bertipe berani mengambil risiko."
"Kinerja Anda akan dihargai dengan baik."
"Pelatihan/training merupakan prioritas yang tinggi untuk Anda."
"Kami belum mendengar rumor apapun."
"Kami akan meninjau kinerja Anda dalam enam bulan."
"Orang-orang kami adalah yang terbaik."
"Masukan Anda sangat penting bagi kami."
"Anda akan menerima pelatihan/training dua minggu setiap tahun."
~
joke kantoran dari: humor pendidikan dan kehidupan
--o0o--

Ada banyak alasan mengapa orang resign dari pekerjaan. Dewasa ini, bukan hal yang umum bagi seorang karyawan untuk bekerja dan setia dengan suatu pekerjaan sepanjang sisa hidup karyawan. Ada banyak sekali peluang yang membawa hidup kita dipenuhi dengan berbagai macam keragaman dan fleksibilitas. Namun, sering ada pola yang dominan mengapa orang resign dan beralih dari pekerjaan yang tampaknya adalah suatu pekerjaan yang ideal - dan hal ini bukalah melulu tentang uang atau tempat kerja. [Baca juga: Tantangan perusahaan dan pemegang posisi manajerial dalam masalah kekaryawanan di era informasi]

Beberapa alasan umum yang dominan bagi seorang karyawan untuk resign dan keluar dari pekerjaan antara lain:
  • Tidak dihargai dan diremehkan
Ketika karyawan diperlakukan seperti mesin, dia akan merasa tidak di-manusia-kan dan tidak berharga. Seringkali, bos atau pengusaha hanya memikirkan melulu tentang keuntungan, hasil, menyenangkan pemilik saham, dan produktivitas. Faktor-faktor ini memang penting bagi dunia bisnis supaya sukses, tetapi itu tidak mungkin dicapai apabila karyawan yang melakukan pekerjaan merasa sebagai orang-orang yang sedang ditekan.
Karyawan adalah manusia. Mereka perlu diberi martabat dan motivasi untuk menjadi produktif. Ini adalah sama pentingnya seperti halnya tentang konsumen dan investor. Jika staf digaji rendah, tidak disediakan praktik kerja yang fleksibel, dan tidak diberikan tunjangan yang memadai atau yang aman, sehat, dan lingkungan kerja menyenangkan, mereka cenderung untuk berhenti. Retensi karyawan seringkali diremehkan, dan banyak keahlian yang ikut hilang ketika orang keluar dari pekerjaan mereka hanya karena pengabaian belaka. [Baca juga: Mengapa karyawan meninggalkan perusahaan].
  • Tidak ada kemajuan karir
Orang tentu tidak ingin melakukan hal yang sama sepanjang hari selama sisa hidup mereka. Mereka ingin merasa seolah-olah mereka belajar dan maju dalam karir mereka. Karyawan berharap untuk dilatih dan dididik sehingga mereka dapat membangun keterampilan dan pengalaman mereka. Mereka ingin tumbuh dengan organisasi tempat mereka bekerja dan memiliki sesuatu untuk ditunjukkan selama bertahun-tahun kerja keras mereka. Mereka ingin variasi dan kegembiraan dan mereka juga ingin diberi tantangan. Jika pekerjaan tidak memberikan kesempatan untuk kemajuan karir, kemungkinan karyawan akan berhenti dan mencari padang rumput yang lebih hijau dengan peluang yang lebih baik di tempat lain.
  • Ketidakadilan
Jika tempat kerja masih tampak seolah-olah seperti beberapa dekade silam dalam hal praktek-praktek kerja dan kebijakan, karyawan cenderung cepat resign bahkan sebelum genap menyelesaikan tahun pertama mereka. Tak seorang pun ingin bekerja di lingkungan yang tidak adil secara gender, agama, rasis, senioritas, atau diskriminatif lainnya dengan cara apapun. Waktu telah berubah. Manusia sudah berkembang jauh secara intelektual, dan ketika ketidaksetaraan marak terjadi di tempat kerja, retensi karyawan akan sulit. Tempat kerja harus beradaptasi dengan kebutuhan individu dan memungkinkan untuk keragaman dan fleksibilitas. Orang tidak lagi mentolerir tempat kerja yang masih mempraktikkan budaya yang sudah usang. 
  • Motivasi yang rendah
Ketika para karyawan secara umum tidak bahagia di tempat kerja, atau banyak yang kelihatan sinis, kurang sopan, dan banyak alasan menghindari untuk menjadi produktif, tidak ada konsekuensi untuk produktivitas yang buruk atau layanan yang tidak lengkap dan tidak kompeten, ini adalah pendorong karyawan untuk mulai berpikir resign dan keluar.

Membangun tim adalah komponen penting untuk keberhasilan kerja apapun, dan masing-masing individu pada setiap tingkat harus benar-benar peduli satu sama lain dan tujuan bersama dari tempat kerja. Ketika ada kemacetan dalam komunikasi dan perasaan sia-sia dalam berusaha di tempat kerja, tak seorang pun ingin berada di sana lagi. Ini juga alasan yang dominan bagi karyawan untuk segera keluar dari pekerjaan mereka sebelum tempat kerja mulai memberi efek buruk pada psikologis/kesehatan mereka.
  • Tidak ada pengakuan atau penghargaan
Setiap orang membutuhkan tepukan di punggung. Seringkali, kata "terima kasih" atau sekedar "pengakuan" atas usaha yang dilakukan sudah cukup. Karyawan umumnya tidak perlu menerima piala untuk merasa dihargai - Namun, insentif bisa memberi motivasi yang sangat baik. Jika karyawan belum pernah mendapat ucapan terima kasih atau diperhatikan dalam pekerjaannya, dia akan merasa tak terlihat dan tidak berharga. Sehingga memutuskan untuk resign dan berhenti adalah pilihan termudah.
  • Mengerdilkan/mengecilkan antusiasme
Inovasi dan ide-ide adalah detak jantung dari sebuah organisasi, dan semua orang harus diberi kesempatan untuk menunjukkan inisiatif. Beberapa tempat kerja sangat resisten terhadap perubahan, meskipun jika perubahan tersebut akan memberi kemajuan besar dalam praktik kerja atau produktivitas. Orang seringkali memulai pekerjaan dengan energi positif dan idealisme, yang dengan cepat digagalkan oleh manajemen yang basi dan tidak memiliki visi. Ketika antusiasme karyawan terus berkurang, dia tidak hanya menghindari untuk mengambil risiko dan mencoba hal-hal baru, tetapi dia akan menjadi letih dan selanjutnya berpikir untuk berhenti dan mencari sesuatu yang baru.

  • Mempromosikan orang yang salah
Beberapa tempat kerja mengembangkan budaya memberi penghargaan pada orang yang salah. Ada pepatah bahwa bos yang baik akan mempekerjakan orang-orang yang lebih pintar dari mereka. Ini tidak akan pernah terjadi apabila si bos memiliki ego yang besar dan merasa terancam oleh siapa saja yang menunjukkan kecerdasan dan kemampuannya. Apa yang cenderung terjadi adalah bahwa orang dipromosikan karena kemampuannya untuk menjadi 'biasa-biasa' saja dan tunduk daripada orang yang inovatif dan kompetitif. Ini melindungi struktur kekuasaan ketimbang mengembangkan sistem yang memiliki efisiensi, kemampuan, dan profesionalisme sebagai sasaranya.  [Baca juga: Cermin itu penting, bos...].
  • Hierarchy bukan otonomi
Ketika hirarki lebih penting daripada nilai setiap orang yang memberikan kontribusi terhadap suatu pencapaian, tempat kerja seperti ini tidak hanya akan kehilangan kesempatan yang sangat baik untuk mendapatkan kebijaksanaan dan penilaian yang baik dari karyawan, tetapi juga akan menghancurkan kemandirian dan skill pengambilan keputusan yang penting dari para karyawannya.

Kepemimpinan yang kuat di tempat kerja harus memberdayakan karyawan untuk menjadi mandiri dan bertanggungjawab untuk kebaikan yang lebih besar pada bisnis. Perebutan kekuasaan dan politik kantor hanya memberi racun pada tempat kerja. Para karyawan akan berhenti beramai-ramai bila mereka diperlakukan seperti anak-anak dan merasa bahwa mereka tidak bisa dipercaya bahkan sekedar untuk membuat keputusan yang remeh sekalipun, sehingga harus mendapatkan izin untuk setiap langkah yang mereka lakukan. Ini adalah kepemimpinan yang malas dan tidak berpendidikan yang memaksa para karyawan yang baik untuk resign dan berhenti bekerja.

~diadopsi dari: http://www.lifehack.org/398090/8-reasons-employees-quit-even-though-they-like-the-job~

Artikel terkait lainnya yang bisa Anda baca:

Comments

Popular posts from this blog

10 Pepatah Jawa Kuno Untuk Menjalani Hidup Yang Semakin Kompleks

Kumohon Ya Tuhan MB 218